Presiden Donald Trump dikabarkan akan melakukan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Eropa bulan Juli mendatang. Hal tersebut dilaporkan langsung dari The Washington Post yang mengutip pernyataann dari pejabat senior pemerintahan dan dua diplomat.
Sabtu, 16 Juni 2018, berdasarkan laporan dari The Wanshington Post yang dilansir dari kantor berita TASS menuliskan, “Presiden Trump diperkirakan akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladamir Putin pada bulan depan saat dia berada di Eropa untuk KTT NATO”.
KTT NATO nanti akan digelar pada tanggal 11 – 12 Juli di Brussels, Belgia.
Laporan dari The Wahington Post menambahkan, “Menanggapi hal tersebut, pada hari Jumat, Trump mengatakan bahwa dirinya kemungkinan akan bertemu dengan Putin pada musim panas ini”.
Seorang pejabat asal Amerika Serikat mengatakan bahwa sejak Presiden As Trump melakukan pertemuan dengan Putin di Vietnam pada November tahun lalu, Trump secara pribadi sudah meminta tangan kanannya untuk mengatur jadwal pertemuannya dengan Presiden Rusia tersebut.
The Washington Post berpendapat bahwa para pejabat senior dalam Dewan Keamanan Nasional menentang gagasan dari pertemuan kedua orang tersebut. Mereka mengatakan, tidak ada ketertarikan seorang Trump untuk melakukan pertemuan dengan Putin.
The Washington Post juga menyebutkan bahwa keinginan Presiden Donald Trump melakukan pertemuan dengan Putin sudah memperoleh perlawawan dari para ajudan dan para diplomatnya. Mereka semua mempertanyakan nilai atau hasilnya nanti serta merasa khawatir bahwa tete-a-tete dapat membayangi KTT NATO.
The Washington Post juga menuliskan “Pejabat senior dari Departemen Luar Negeri sudah mengakui bahwa pertemuan antara Presiden AS Trump dan Presiden Rusia Putin secara teori memang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat lama di Surriah dan Uraina.
Dan pertemuan ini juga dipercaya dapat menyelesaikan masalah keamanan didunia maya dan gangguan dalam Pemilu. Namun ada juga beberapa pejabat yang mengatakan bahwa KTT antar keduanya ini dianggap terlalu cepat
Akhir Desember 2016 silam, saat masih berada dibawah kepemimpinan Presiden As Barack Obama, dirinya memperkenalkan sebuah sanksi terhadap beberapa perusahaan Rusia dan Direktorat Intelijen Utama serta Layanan Keamanan Federal. Selain itu, Obama juga sudah mengusir 35 diplomat Rusia dan menutup dua perusahaan properti Rusia yang berlokasi di Newyork dan Maryland.
Washington mengaitkan sanksi ini dengan serangan cyber terhadap lembaga politik di AS dimana Rusia dituding adalah biang kerok dari masalah ini tapi tundingan tersebut dibantah oleh Moskow.