Tiga Hal Yang Dilakukan Dita Oeprianto dan Sekeluarga Sebelum Pengeboman

Minggu, 13 Mei 2018, Surbaya dilanda kabar duka mendalam yang dilakukan oleh pelaku Terorisme, pasalnya pelaku teroris melakukan aksi bom bunuh diri di 3 gereja. Ketiga gareja tersebut adalah Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jl. Ngagel, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jl. Arjuno dan Gereja Kristen Indonesia di Jl. Diponegoro.

Dalam kejadian tersebut 18 orang dinyatakan meninggal termasuk salah satu pelaku Bom Bunuh Diri sedangkan puluhan lainnya hanya mengalami luka-luka. Parahnya pelaku bunuh diri tersebut merupakan satu keluarga yang terdiri dari Ayah – Dita Oeprianto, Ibu – Puji Kuswati serta keempat anaknya yang bisa dibilang masih dibawah umur yaitu YF (18), FH (16), FS (12), PR (9).

Beberapa hal yang dilakukan oleh pelaku pengeboman bersama anaknya sebelum melakukan aksi bom bunuh diri yang dirangkum oleh salah-satu media, diantaranya:

1. Melakukan Sholat Subuh Berjemaah, sebelum melancarkan aksinya, mereka sekeluarga sempat menyempatkan diri untuk melakukan shalat subuh didekat kediaman mereka di Komp, Perumahan Jl. Wonorejo Asri XI, Kec. Rungkut, Surabaya. Dita dikenal sebagai seorang Pengusaha dan para tetangga mengatakan jika Dita seringa menjual berbagai jenis minyak seperti kemiri dan Wijen.

2. Berpelukan setelah melakukan sholat berjemaah, Setelah sholat, hal yang  berbeda dilakukan oleh pelaku pengeboman, mereka berpelukan sambil menangis. Tidak lama setelah itu, Bom Bunuh Diri meledak ditiga gereja di Surabaya.

3. Melilitkan Bom ke Tubuh Anaknya, Puji Kuswati berjalan bersama dengan dua anaknya Fadila dan Pamela dan masuk kedalam Gereja GKI di Jl. Diponegoro. Ketiganya berjalan kearah parkiran, mereka sempat dihalangi oleh satpam gereja tapi secara tiba-tiba bom meledak.
Sang Ibu yang saat itu memakai cadar berwarna hitam melilitkan bom di bagian pinggangnya dan kedua putrinya yang masih belia dan polos tanpa dosa itu juga ikut dililitkan bom di bagian Paha.

Dijumpai di RS Bhayangkara Polda Jatim, Minggu, 13 Mei 2018, Tito karnavian selaku Kapolri Jendral menjelaskan Jenis bom yang diledakan membuat bagian perut pelaku tidak utuh dan bagian atas tubuh serta bagian kaki masih utuh.